Banyak pakar yang menyatakan bahwa orang Sunda khususnya dan Indonesia
umumnya adalah para pendatang dari daerah Yunan. benarkah itu ? (Ada sebuah
fakta yang dapat dianggap dongeng tapi perlu kita cermati dengan seksama).
Di
daratan Asia, kira-kira antara Pegunungan Hindukusj dan Pegunungan Himalaya ada
sebuah dataran tinggi (plateau) yang bernama Iran-venj, penduduknya disebut
bangsa Aria. Mereka menganggap bahwa tanah airnya disebut sebagai Taman Surga,
karena kedekatannya dengan alam gaib. Namun, mereka mendapat wangsit dalam
Uganya, bahwa suatu ketika bangsa Iran Venj akan hancur, sehingga bangsa Aria
ini menyebar ke berbagai daerah. Salah satu gerombolan bangsa Aria yang
dikepalai oleh warga Achaemenide menyebut dirinya sebagai bangsa Parsa dan pada
akhirnya disebut bangsa Persi dan membangun kota Persi-Polis. Pemimpin.Dalam perjalanan sejarahnya, mereka
membantu bangsa Media yang diserang oleh bangsa Darius. Bahkan bangsa Darius
dengan pimpinan Alexander Macedonia pun pada akhirnya menyerang Persi. Dan tak
lepas dari itu bangsa Persi, pada jaman Islam pun diserang dan ditaklukkan.
Begitu pula oleh Jengis Khan dari Mongol, dan pada akhirnya diserang pula oleh
bangsa Tartar yang dikepalai oleh Timur-Leng. Rentang perjalanan sejarah bangsa
Persi ini, menyadarkan mereka untuk kembali kepada nama asalnya, yaitu Iran
(dari Iran-Venj).
Segerombolan
suku bangsa Aria yang menuju arah Selatan, sampailah di tanah Sunda, tepatnya
di Pelabuhanratu (sekarang). آ Para pendatang itu disambut dengan ramah dan
terjadi akulturasi budaya di antara mereka, pendatang dan pribumi (Sunda)
saling menghormati satu sama lainnya. Proses akulturasi budaya ini dapat kita
lihat dalam sistem religi yang diterapkan, Pendatang mengalah dengan keadaan
dan situasi serta tatanan yang ada. Batara Tunggal atau Hyang Batara sebagai
pusat “sesembahan” orang Sunda tetap menempati tempat yang paling tinggi,
sedangkan dewa-dewa yang menjadi â€کsesembahan’ pendatang ditempatkan di
bawahnya.
Hal
itu dapat dilihat dalam stratifikasi sistem “sesembahan” yang ada di daerah
Baduy, dikatakan bahwa Batara Tunggal atau Sang Rama mempunyai tujuh putra
keresa, lima dewa di antaranya adalah Hindu, yaitu : Batara Guru di Jampang,
Batara Iswara (Siwa), Batara Wisnu, Batara Brahma, Batara Kala, Batara Mahadewa
(pada akhirnya menjadi Guriang Sakti serta menjelma jadi Sang Manarah atau Ciung
Manara), Batara Patanjala (yang dianggap cikal bakal Sunda Baduy). Akulturasi
ini, tidak saja dalam lingkup budaya, melainkan dalam perkawinan.
Bangsa Mauri dilihat secara tipologinya, mereka
berkulit kuning (sawo matang), Postur tubuh hampir sama dengan orang Sunda.
Nama-nama atau istilah-istilah yang dipergunakan, seperti Dr. Winata (kurang
lebih tahun 60-an menjadi kepala Musium di Auckland). Nama ini tidak dibaca
Winetou atau winoto tapi Winata . Beliaulah yang memberikan Asumsi dan teori
bahwa orang Mauri berasal dari Pelabuhanratu. Hal yang lebih aneh lagi adalah
di Selandia Baru tidak terdapat binatang buas, apalagi dengan harimau
â€کmaung’, tapi â€کsima’ maung dipergunakan sebagai lambang agar
musuh-musuh mereka merasa takut.
Memang
tidak banyak yang menerangkan bahwa orangIndonesia (Sunda) yang datang ke pulau
ini, kecuali tersirat dalam Encyclopedia Americana Vol 22 Hal 335. Bangsa kita
selain membawa suatu tatanan â€کtata – subita’ yang lebih tinggi, kebiasaan
gotong royong, teknik menenun, juga membawa budaya tulis menulis yang kemudian
menjadi “Kohao Rongo-rongo†fungsinya sebagai â€کmnemo-teknik’ (jembatan
keledai) untuk mengingat agar tidak ada bait yang terlewat.
Benarkah Parahiangan sebagai Pusat Dunia yang Hilang (Atlantis) ?
Untuk
memudahkan menjawab pertanyaan di atas, mari kita buktikan dengan benda-benda
hasil karya mereka. Salah satunya adalah Trappenpyramide, yaitu limas
bertangga).
Di
Jawa Barat (Tatar Sunda), Limas bertangga ini dahulu berfungsi sebagai tempat
peribadatan begitu pula bagi orang Pangawinan (Baduy) dan bagi orang Karawang
yang masih memegang teguh dalam adat tatali karuhun tidak boleh membangun rumah
suhunan lilimasan. Bagi orang Jawa Tengah, menurut Dr. H.J De Graaf
â€کhunnebedden’ dengan adanya candi-candi Hindu yang sudah sangat kental
percampurannya, sehingga tidak lagi terlihat jati diri Jawa Tengahnya.
Sedangkan candi-candi di Jawa Timur bentuk-bentuknya masih kentara keasliannya,
karena tempelan budaya luar hanya sebagai aksesoris saja. Yang lebih jelas lagi
di Bali, karena keasliannya sangat kentara.
Kembali
ke daerah Polynesia, bangunan-bangunan purba â€کtrappenpyramide’ tersebar di
pulau Paska hingga ke Amerika Selatan yaitu di Peru. Apa ada hubungannya dengan
Sunda ?
Salah
satu ekspedisi Kontiki – Dr. Heyerdahl, membuktikan dan memunculkan teorinya
bahwa hal tersebut di atas merupakan hasil kebudayaan dari manusia putih
berkulit merah (sawo matang). Walaupun teori ini banyak dibantah para ahli
lainnya, namun dapat kita tarik satu asumsi bahwa manusia putih berkulit merah
ini adalah manusia Atlantis yang hilang oleh daya magi.
Pembuktian
ekspedisi Kontiki Dr. Heyerdahl sekarang lebih terungkap itu ada benarnya.
Sehingga bila melihat sejarah bahwa keturunan dari Tatar Sunda menyebrang
hingga ke Polynesia itu adalah orang-orang Atlantis yang memang karuhun kita
selalu menyembunyikan dalam bentuk simbol ekspansi kebudayaan dari Tatar Sunda
ke daerah Polynesia, yaitu dengan adanya rombongan dari Palabuhanratu, dapat
dibuktikan kebenaran-nya.
Seperti
uraian benarkah orang Sunda pendatang atau benarkah Parahiangan pusat Atlantis
? Di sini, silahkan sidang pembaca untuk menilai lebih jeli kebenaran yang ada,
karena benar adalah benar ia harus absolut tidak relatif.
Sumber :
sundasamanggaran.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar